Maryland memang populer https://penadiri.com/ dengan kepitingnya, namun peneliti dari perguruan tinggi setempat memiliki penemuan yang mengesankan.
Sebuah tim ilmuwan di Pusat Inovasi Material University of Maryland mendapatkan bahwa hewan krustasea, layaknya kepiting dan lobster, punya kandungan bahan kimia dalam cangkangnnya yang disebut kitin.
Bahan kimia ini mampu digunakan untuk berikan daya terhadap baterai kecuali digabungkan dengan seng, sebagaimana dikutip dari Yahoo News, Jumat (23/6/2023).
Cangkang krustasea yang dikemas dengan bahan kimia ini kebanyakan dibuang secara massal oleh restoran. Akan tetapi, para peneliti meyakini bahwa limbah ini mampu jadi sumber daya yang kuat untuk mencari sustainable battery.
Sebagai informasi, baterai lithium-ion yang umum ditemukan di lebih dari satu besar ponsel dan laptop, perlu saat ratusan ribu tahun untuk terurai sehabis jaman pakainya habis. Terlebih lagi, ekstraksi lithium amat berdampak tidak baik bagi lingkungan.
Kendati demikian, baterai cangkang kepiting dapat terurai secara hayati di tanah cuma dalam saat lima bulan, lantas meninggalkan sisa kandungan seng yang mampu didaur ulang.
Tak cuma itu, kelebihan baterai kitin-seng dibuktikan oleh belajar yang dijalankan University of Maryland. Menurut penelitian tersebut, baterai ini 99,7 % lebih efektif untuk 400 jam penggunaan.
Selain itu, baterai kiting-seng diyakini dapat diproduksi dalam skala besar dengan biaya yang murah.
Mengurangi Ketergantungan terhadap Baterai Lithium
Seiring dengan peralihan dunia dari sumber daya kotor, layaknya gas metana dan batu bara, dunia perlu lebih banyak baterai ramah lingkungan dan murah. Karenanya, krustasea mampu jadi solusi untuk kurangi ketergantungan manusia terhadap baterai lithium-ion.
Kepada The Guardian, profesor material kimia di University of Nottingham, Graham Newton, tunjukkan amat optimistis dengan penemuan ini.
“Ketika anda mengembangkan bahan baru untuk teknologi baterai, condong ada kesenjangan berarti antara hasil laboratorium yang menjanjikan dan juga teknologi yang mampu dibuktikan dan mampu diskalakan,» mengetahui Newton.
Inovasi Plastik Ramah Lingkungan untuk Masa Depan yang Berkelanjutan
Di sisi lain, Indonesia masih menghadapi kasus ketergantungan dengan plastik. Akhirnya, pertumbuhan memproduksi plastik jadi tinggi.
Umur hidup plastik yang menggapai 1.000 tahun pun menyebabkan kerusakan ekosistem di seluruh dunia. Terlebih lagi, usaha daur ulang plastik termasuk masih kurang daripada tingkat produksinya.
Di tengah-tengah persoalan plastik ini, Greenhope terlihat dan menawarkan solusi ramah lingkungan terbaik. Greenhope adalah perusahaan teknologi hijau yang berbasis di Indonesia. Perusahaan ini memiliki misi untuk mendesain ulang plastik melalui teknologi berbasis biodegradasi yang efektif.
Para pendiri perusahaan telah beroleh paten untuk dua merek, yaitu Oxium dan Ecoplas. Oxium adalah aditif biodegradable. Sedangkan, Ecoplas adalah plastik biodegradable berbasis singkong.
Inovasi Greenhope
Berkat ke dua teknologi hijau yang ramah lingkungan ini, Greenhope bekerja serupa dengan pemerintah global, merek, dan produsen untuk menciptakan mengkonsumsi plastik yang aman dan berkelanjutan.
Pasalnya, inovasi dari Greenhope ini berhasil menghadirkan plastik yang mampu terdegradasi secara alami dalam 2-5 tahun. Dengan demikian, dunia tidak kudu ulang menunggu 1000 tahun untuk menguraikan selembar plastik.
Masalah limbah plastik kudu diatasi dengan 4R. «Pendekatan kami kudu lebih berorientasi terhadap ekologi, bukan ego,» kata para pendiri Greenhope, Sabtu (10/6/2023).
4R merupakan rencana yang bermanfaat dalam pengelolaan limbah dengan prinsip-prinsip utama: Reduce (Mengurangi), Reuse (Menggunakan kembali), Recycle (Mendaur ulang), dan Recover (Memulihkan).